Sang Musafir
Tak sengaja saya bertemu seorang musafir di komplek makam para raja Sumenep (Asta Tinggi). Musafir berasal dari jawa barat yang sedang menjalani laku suluk dengan berjalan kaki dari Jawa Barat ke Madura. Tak ubahnya para musafir kebanyakan ia nampak kurus, rambut panjang dan membawa tas ransel, sepintas tidak ada yang istimewa dan tak ada yang perlu saya petik mutiara hikmah darinya.
Namun setelah saya selesai melaksanakan sholat maghrib, dia tersenyum kepada saya dan masya Allah senyumannya sanggup meluluhkan hati saya, andaikan dia wanita pasti saya akan jatuh cinta di pandangan pertama. Dia memiliki aura positif sangat kentara sekali, cara bicaranya pelan tapi padat berisi.
Di antara pembahasan yang perlu saya bagikan kepada penulis diantaranya;
1. Makna dan Hakikat Hauqolah
(لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم)
Sepintas makna sederhana yang terkandung dari kalimat tersebut hanya sebatas "Tiada daya dan Upaya kecuali karena pertolongan Allah". Tapi sebelum saya memaparkan ungkapan sang musafir tentang makna hauqolah alangkah baiknya saya jabarkan makna hauqolah menurut para pemikir Islam.
Menurut sahabat Abdullah Ibnu Abbas bahwa makna Hauqolah adalah "tidak daya melakukan ibadah/taat kepada Allah dan tidak ada kekuatan menghindari maksiat kecuali karena pertolongan Allah" (Al-Durru al-Mantsur karya Syaikh Jalaluddin Al Suyuthi)
Sedangkan menurut menurut Abul Haitsam Al Razi (wafat 276 H) ketika ditanyakan tafsir dari Hauqolah beliau menjawab: "ketika manusia membaca hauqolah seakan ingin menjelaskan bahwa tidak akan timbul gerakan dan kemampuan kecuali karena kehendak Allah. (Tahdzib Al Lughah Al Azhari).
Menurut pelaku suluk yang saya temui ini makna Hauqolah adalah manakala manusia menyelam di samudera Tauhid dalam setiap tindak tanduknya tak ada yang menggerakkan kecuali merasakan hadirnya kekuatan, kasih sayang Allah. Maka tak ada yang perlu diherankan mengapa dia bisa mampu berjalan kaki lintas propinsi dengan hanya membawa bekal seadanya, karena semua itu sudah ada yang menggerakkan, menguatkan dan menghidupkan yaitu Allah Swt.
(وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا)
[Surat Al-Insan 30]
"Tetapi kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali apabila Allah kehendaki Allah. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana."
Ungkapan Salik tadi menyadarkan diri saya akan kealpaan diri ini yang hanya wadah kosong tak memiliki kekuatan apalagi daya, semuanya hanya digerakkan dan harus mengikuti program yang telah diatur apik oleh Pemiliknya yaitu Allah Swt. Bila kalimat Hauqolah bukan hanya dibaca oleh kita tapi dihayati, maka ego, congkak, pongah dan sok akan runtuh, hancur melebur dalam samudera Tauhid bersama Allah yang Maha Segala Nya.
2. Tak pernah merasakan susah selama setahun berjalan kaki
Setahun bukanlah waktu yang cukup singkat apalagi dirasakan oleh orang yang sedang suntuk dan sakit. Seringkali kita dengar "menunggu adalah masa yang paling membosankan", se- jam menunggu kepastian berasa setahun. Tapi beda bagi si Salik tadi, dia justru merasakan nikmat yang luar biasa berada di perjalanan, tidak pernah merasakan pahit yang ada hanya ketenangan.
Padahal dia bercerita pernah melewati sebuah hutan ditangkap orang karena disangka pencuri hewan, semua itu dia anggap alur hidup yang harus dia jalani.
Kunci orang hidup itu hanya satu, kata dia yaitu rasakan kehadiran Allah dalam setiap kita. Kata-katanya tersebut mengingatkan saya kepada Sabda Nabi kepada sepupunya (Ibnu Abbas RA);
احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ
"Jagalah Allah maka Allah akan menjagamu dan jagalah Allah maka Dia selalu berada di hadapanmu". (HR. Tirmidzi).
Dia melanjutkan kajian ini, Nabi Muhammad tidak pernah marah kepada orang yang memusuhinya karena beliau meyakini kehadiran Allah di sisi Beliau sehingga tak ada rasa takut, khawatir apalagi susah. Serta Nabi meyakini orang yang memusuhinya tak akan bisa berbuat apa-apa dan tidak akan memusuhi beliau bila tidak ada ijin dari Allah.
Dalam sirah al Nabawiyyah, Nabi Muhammad hanya mengalami sakit satu kali menjelang wafat, beliau sehat karena batin beliau selalu damai terisi zikir dan kemantapan keyakinan maka tak berlebihan bila Jamaluddin dalam bukunya "psikologi agama" menjelaskan bahwa ahli kesehatan menemukan pengobatan auto theraphy (penyembuhan diri sendiri) tanpa menggunakan obat tapi hanya menumbuhkan semangat dengan metode zikir, keyakinan dan penyadaran akan kekuasaan Allah.
Penulis sendiri pernah bertemu orang dari kecamatan Pasean yang divonis mengidap penyakit Sirosis hati (jenjang akhir dari proses fibrosis hati, yang merupakan konsekuensi dari penyakit kronis hati yang ditandai dengan adanya penggantian jaringan normal dengan jaringan fibrous sehingga sel-sel hati akan kehilangan fungsinya).
Konon penyakit ini ganas dan pasti yang mengidap penyakit ini tak akan lama hidup namun atas keyakinan yang mantap bahwa "Mati itu milik Allah" dan dia lakukan sholat sunnah hari tak terhitung jumlah rokaatnya, Alhamdulillah sampai saat ini dia masih hidup dan dapat melakukan aktifitas seperti orang sehat walaupun perutnya membesar.
Pembahasan kedua ini saya mulai memahami mengapa para kekasih Allah tidak pernah ada rasa takut dan susah ;
(أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ * الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ * لَهُمُ الْبُشْرَىٰ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۚ لَا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ)
[Surat Yunus 62 - 64]
Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa.
Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Demikian itulah kemenangan yang agung.
Dua topik ini mengandung samudera pengetahuan tak bertepi, Maha benar Allah atas firman Nya;
Katakanlah (Muhammad), “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)". QS Al Kahf 109.
Oleh: Majelis KH. M Musleh Adnan

Menginspirasi...
ReplyDelete