Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Indahnya Berpuasa Part 2

INDAHNYA LAPAR DAN DAHAGA PART 2

Saya pernah bertemu dengan seseorang yang baru setahun melaksanakan ibadah haji, beliau sebelumnya memiliki masa lalu suram masuk di dunia hitam namun pasca beribadah ke Haramain (Mekkah-Madinah) dia tidak lagi kembali ke dunia lamanya dengan alasan malu kepada predikat haji yang dia sandang.


Hampir sama dengan pengalaman di atas ketika saya mondok, moment terindah dalam dunia santri adalah waktu liburan. Biasanya kami diberi wejangan oleh pengasuh sebelum pulang untuk senantiasa menjaga nama baik almamater pondok dan predikat "santri" yang selalu melekat pada diri kami.

Dari dua contoh di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa predikat baik yang disandang seseorang akan sangat efektif mengontrol prilaku seseorang, dia berfungsi seperti rem pada motor dan mobil.
Hari ini kita berpuasa di bulan yang begitu suci, karena kesuciannya pula kita diberi predikat mulia oleh Allah sebagai "Shaimiin" yang kelak di Akhirat disediakan pintu vip "Al-Rayyan" masuk surga.


Predikat mulia inilah yang menuntut kita harus berusaha menjadi pribadi yang utuh baik (muslim kaffah), seluruh anggota tubuh harus diproteksi dari kotornya maksiat dan dipaksa untuk bisa intens mengabdi kepada Allah dengan lapar dahaga di siang hari dan beribadah di malam hari.

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ [وفي رواية]: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ [رواه البخاري ومسلم]

“Siapa saja yang berpuasa Ramadhan dengan dasar iman, dan berharap pahala dan ridha Allah, maka dosanya yang lalu pasti diampuni.” [dalam riwayat lain]: “Siapa saja yang melakukan qiyam [di malam hari] Ramadhan dengan dasar iman, dan berharap pahala dan ridha Allah, maka maka dosanya yang lalu pasti diampuni.” [Hr. Bukhari dan Muslim]


Menjelaskan hadits ini, al-Hâfidz Ibn Hajar menuturkan dalam kitabnya, Fath al-Bâri:
اَلْمُراَدُ بِالإِيْمَانِ: الاِعْتِقَادُ بِفَرْضِيَّةِ صَوْمِهِ. وَبِالاِحْتِسَابِ: طَلَبُ الثَّوَابِ مِنَ اللهِ تَعَالَى. وَقَالَ اَلْخَطَّابِيْ: اِحْتِسَابًا أَيْ: عَزِيْمَةً، وَهُوَ أَنْ يَصُوْمَهُ عَلَى مَعْنَى الرَّغْبَةِ فِيْ ثَوَابِهِ طَيِّبَةَ نَفْسِهِ بِذَلِكَ غَيْرَ مُسْتَثْقِلٍ لِصِيَامِهِ وَلاَ مُسْتَطِيْلٍ لأَيَامِهِ. اهـ.

“Maksud dari lafadz, “Iman[an]” adalah meyakini kewajiban puasanya [Ramadhan]. Sedangkan maksud lafadz, “Ihtisab[an]” adalah mencari pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Al-Khatthabi berkata, “Ihtisab[an]” maksudnya “Azimah”, yaitu berpuasa dengan konotasi mengharapkan pahala-Nya, dengan jiwa yang bersih terhadapnya, tidak merasa berat menjalankan puasa, dan mengulur-ulur harinya.”

Betapa nistanya bila tubuh kita masih blepotan dosa dikala kita sedang berpuasa......
اللهم إجعلنا في هذا الشهر من السعداء المقبولين ولا تجعلنا من الأشقياء المردودين

By: Kh. Musleh Adnan

Post a Comment for "Indahnya Berpuasa Part 2"