Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tentang Zonasi Sekolah

Kebijakan zonasi sekolah memang bak pisau bermata dua, ada pro dan kontra. Dan argumen argumen dibalik pro dan kontra tersebut juga manusiawi dan masuk akal, sehingga terasa cukup pelik dalam pengambilan keputusan akhir.
Di sisi pertama, zonasi konon diterapkan berdasarkan dua pertimbangan, 1. Untuk menghapus stigma sekolah favorit, sehingga kualitas pendidikan lebih merata. Dan 2, untuk membantu mengurai permasalahan seperti kemacetan dan ekses eksesnya.


Well, saya setuju ini. Alasan kedua ini dalam domain perencanaan wilayah sangat terkait dengan yang namanya sistem aktivitas wilayah. Sistem aktivitas idealnya memang harus dikendalikan dan ditata seefektif dan seefisien mungkin, agar tidak muncul masalah masalah yang pada akhirnya menghabiskan sumberdaya. Kemacetan lalulintas apabila berkembang menjadi gridlock itu serius bisa membuat orang menjadi gila dan hilang kemanusiaannya, plus dampak negatif lainnya. cara modifikasi sistem aktivitas ya dengan menata ulang penempatan/status fasilitas umum, menegaskan rencana tata ruang, konsolidasi lahan dll, termasuk dengan zonasi sekolah ini. Dengan kualitas pendidikan lebih merata, harapannya "urbanisasi" pendidikan bisa dikurangi akselerasinya.

Lagipula, pada akhirnya, ketika kita sudah lepas dari bangku sekolahan, dikotomi negeri - swasta menjadi tidak penting, dikotomi favorit - non favorit menjadi tidak penting. Semua dapat kesempatan yang sama. Saya menemukan dan berkenalan dengan banyak orang dari lulusan univ swasta dari berbagai kota yang jauh lebih smart dan cerdas dalam bekerja, daripada saya dan teman teman saya sesama lulusan univ negeri ternama, yang terkadang mentalnya memble. Pun juga dengan karirnya.

Tapi kemudian, ada argumen kontranya, lalu apa anak gunung ga boleh bersekolah di kota? Zonasi secara eksplisit akan jelas mengubur impian anak anak desa yang smart untuk memperoleh kualitas pendidikan yang lebih baik. Ini benar juga, tapi balik lagi, apa dengan bersekolah di desa trus kompetensinya kurang? Belum tentu. Tapi memang saya juga setuju, kebijakan zonasi ini harus ditunjang dengan peningkatan sarpras pendidikan di semua sekolah di indonesia. This is a must, agar kebijakan ini tidak menjadi backfire.

Pada akhirnya, pendidikan adalah bukan tempat, tapi kemauan dan passion. Mau sekolah di oxford juga kalo nggak ada passion belajar ya tetap aja zonk. tidak mendapat sekolah favorit bukan sebuah akhir dunia, ora kuliah ning negeri ora pathek'en. Your value ditentukan dari apa yang anda lakukan setelah sekolah.

Oleh: Bramantiyo Marjuki

Post a Comment for "Tentang Zonasi Sekolah"